Home / News / Transportasi
"Baik UU No 8 Tahun 1999 dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 350/MPP Kep/12/2001 tidak cukup memberikan kejelasan yang dibutuhkan untuk implementasi di lapangan," kata Susanti.
Susanti menyampaikan hal ini dalam acara Focus Group Discussion Penyempurnaan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No 350/MPP/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK di Hotel Alila, Jalan Pecenongan, Jakarta Pusat, Selasa (17/12/2013).
Turut hadir dalam acara ini konsultan hukum perlindungan konsumen Kementerian Perdagangan Aman Sinaga. Aman sebelumnya menyatakan para pelaku usaha kerap mengabaikan upaya BPSK dalam menyelesaikan sengketa konsumen, sehingga laporan kerugian yang dialami konsumen selalu berakhir di meja hijau.
Baca Juga: Hasil Riset Snapcart Ungkap Konsumen E-commerce di Indonesia Didominasi Pemburu Diskon
Oleh karena itu, Susanti merumuskan lima masalah di dalam tugas BPSK. Ke lima masalah itu adalah ketentuan peraturan dan perundangan yang multi tafsir, tidak ada pasal yang konsisten, pertentangan antara pasal yang satu dengan yang lainnya, konflik peraturan perundangan arbitrase, dan tidak adanya kejelasan peran penyidik.
Secara umum, Susanti menyatakan banyak kelemahan dalam UU yang mengatur tugas pokok dan fungsi BPSK. Sehingga ia meminta adanya revisi UU terutama keputusan menteri tersebut agar BPSK dapat bekerja optimal.
"Dalam praktik, tidak ada petunjuk teknis bagi penyidik untuk melaksanakan upaya paksa. Pelaku usaha yang tidak mau hadir maka putusannya dapat dilakukan tanpa dihadiri pihak pelaku usaha, berlaku sebaliknya untuk konsumen," ujar mantan hakim agung ini. (*)
Baca Juga: Jangan Senang Dulu, Segera Lakukan Langkah ini Jika Tiba-tiba Ditransfer Dana Pinjol IlegalKata Kunci : Lima masalah perlindungan konsumen yang sering dihadapi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)