Maraknya transaksi produk farmasi seperti obat keras, suplemen, kosmetik, hingga obat herbal melalui kanal daring membawa risiko tinggi.
Tidak sedikit produk yang tidak terdaftar BPOM beredar bebas, termasuk suplemen mencurigakan atau obat tradisional berbahaya.
Dalam kasus sirup obat yang tercemar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG), BPOM mencabut izin edar puluhan produk setelah ditemukan kandungan beracun melebihi ambang batas, akibat penggunaan bahan baku yang tidak memenuhi standar kualitas dan tidak diuji sesuai prosedur.
Sementara itu, penelitian akademik terbaru menyoroti praktik pelabelan produk yang belum memenuhi ketentuan resmi, seperti tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa secara jelas—pelanggaran terhadap standar label BPOM dan Putusan Presiden No. 80 Tahun 2017 tentang pengawasan obat kadaluarsa.
Kasus obat racikan apotek tanpa resep dokter juga banyak ditemukan, dengan konsumen yang tak mendapatkan informasi lengkap mengenai sediaan obat yang mereka konsumsi.
Regulasinya sendiri di bawah UU Kesehatan No. 36/2009 dan UU Perlindungan Konsumen No. 8/1999 mewajibkan pengungkapan komposisi obat secara transparan dan penggunaan resep dari tenaga medis resmi.
Landasan Regulasi: Konsumen Sebagai Subjek Hukum
Pemerintah telah menetapkan dasar hukum yang jelas sebagai pijakan perlindungan konsumen produk farmasi. Undang‑Undang Nomor 8 Tahun 1999 memberikan hak hukum bagi konsumen untuk mendapatkan produk yang aman, bermutu, dan informasi yang benar.
Undang‑Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mempertegas bahwa produk obat harus memenuhi standar keamanan dan khasiat tertentu serta diawasi secara ketat.
BPOM sendiri bertindak sebagai lembaga utama yang diberi kewenangan untuk menerbitkan izin edar, melakukan inspeksi, sampling, recall produk ilegal, serta menindak pelaku usaha yang melanggar ketentuan produksi menurut CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik).
Secara teknis, pelabelan, tanggal kadaluarsa, dan komposisi codified harus memenuhi standar BPOM dalam POJK BPOM serta peraturan Presiden (PerPres No. 80/2017) yang menetapkan tata kerja pengawasan obat dan makanan.
Proses Pengawasan dan Respons BPOM
BPOM tidak hanya memberi izin edar, tapi juga melakukan pengawasan pra‑pasar dan pasca‑edar (post‑market monitoring) secara berkala.
Setelah insiden sering terjadi, dengan korban gagal ginjal akibat obat sirup tercemar, BPOM memperkuat pengawasan dengan penarikan produk, penghentian produksi, pencabutan sertifikat CPOB, dan pemusnahan stok ilegal lainnya.
BPOM juga aktif meluncurkan program edukasi dan literasi konsumen seperti Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) di seluruh Indonesia, termasuk aplikasi BPOM Mobile dan gerakan seperti GENPOPA untuk memupuk kesadaran publik terhadap keselamatan obat dan pangan aman.
Tak hanya itu, BPOM juga menerima aduan melalui Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) yang terhubung dengan SP4N‑LAPOR, HaloBPOM, media sosial, maupun aplikasi mobile, sehingga memperkuat mekanisme pengaduan konsumen.
Hak Konsumen dan Jalur Sengketa
Komunitas daring menunjukkan ketidakpuasan terhadap lembaga pengawas. Kritik ini menyoroti kebutuhan kuat akan sistem audit proaktif agar merek‑merek farmasi tidak hanya lolos izin awal tetapi juga menjaga kualitas sepanjang masa edarnya.
Konsumen memiliki hak menggugat pelanggaran melalui dua jalur. Secara litigasi, pengadu dapat membawa kasus ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), atau pengadilan umum sesuai UU Perlindungan Konsumen.
Secara non-litigasi, BPOM dapat memerintahkan recall produk, pencabutan izin, atau sanksi administratif lain terhadap pelaku usaha yang terbukti melanggar.
Permasalahan sering muncul terkait obat racikan tanpa resep dokter dan pelabelan yang tidak sesuai tugas standar. Dalam beberapa kasus, apotek menjual obat campuran tanpa resep, kemasan plastik, dan tanpa informasi lengkap, padahal hak pasien atas transparansi informasi adalah bagian dari hak konsumen yang dilindungi hukum.
Menuju Konsumen yang Lebih Aman
Perlindungan konsumen dalam produk farmasi bukan sekadar regulasi di atas kertas. Negara telah menyediakan kerangka hukum dan lembaga pengawasan agar produk obat yang dijual ke publik betul-betul aman dan bermanfaat.
Namun implementasi yang efektif, audit berkala, pengawasan daring melalui web crawler, serta literasi publik yang luas menjadi kunci agar hak konsumen tidak hanya ditulis, tetapi juga ditegakkan.
BPOM telah memperbarui regulasi seperti Peraturan Nomor 14 Tahun 2024 tentang pengawasan obat dan makanan daring dengan teknologi canggih seperti web crawler dan scrapping otomatis, untuk merespon dinamika pasar daring yang terus berkembang.
Semua langkah ini menunjukkan komitmen negara memperkuat ruang aman bagi masyarakat, mencakup hak atas keselamatan, informasi yang benar, dan kompensasi jika dirugikan.
Dengan demikian, konsumen produk farmasi di Indonesia bukanlah konsumen pasif. Mereka memiliki hak yang dijamin oleh hukum, yang menuntut kejelasan produk, keamanan penggunaan, dan jaminan tanggung jawab.
Negara, melalui regulasi ketat dan pengawasan yang semakin modern, hadir untuk menjamin bahwa kesehatan masyarakat adalah prioritas tertinggi. (*)
Tanggung Jawab Platform dan Perlindungan Konsumen dalam Perdagangan Aset Kripto
25 Jul 2025, 14:06 WIB
Transparansi dan Risiko Perdagangan Kripto, Hak Konsumen yang Masih Rentan Diabaikan
25 Jul 2025, 13:53 WIB
Produsen Wajib Tanggung Jawab terhadap Kemasan Sekali Pakai yang Merusak Lingkungan
24 Jul 2025, 23:09 WIB
FMCG
24 Jul 2025, 23:04 WIB
FMCG
24 Jul 2025, 23:00 WIB
Energi
24 Jul 2025, 22:32 WIB
Energi
24 Jul 2025, 22:31 WIB
Properti
24 Jul 2025, 21:52 WIB
Properti
24 Jul 2025, 21:39 WIB
Fintech
24 Jul 2025, 19:38 WIB
Leasing
23 Jul 2025, 12:28 WIB
Leasing
23 Jul 2025, 12:26 WIB
Leasing
23 Jul 2025, 10:26 WIB
Leasing
21 Jul 2025, 20:03 WIB
Kesehatan
21 Jul 2025, 16:47 WIB
Kesehatan
21 Jul 2025, 12:28 WIB
Kesehatan
21 Jul 2025, 11:43 WIB
Kesehatan
21 Jul 2025, 10:48 WIB
Telekomunikasi
15 Jul 2025, 16:27 WIB
Liputan
20 Feb 2025, 16:59 WIB
Liputan
20 Feb 2025, 16:11 WIB
Liputan
25 Des 2024, 20:32 WIB
Perbankan
25 Des 2024, 12:51 WIB
Produsen Wajib Tanggung Jawab terhadap Kemasan Sekali Pakai yang Merusak Lingkungan
Dibaca 7.509 kali