Banyak penumpang yang kecewa karena pengajuan refund memakan waktu terlalu lama, tidak jelas statusnya, bahkan tidak diproses sama sekali tanpa penjelasan yang memadai.
Masalah ini semakin mencuat selama masa pandemi COVID-19, ketika ribuan penerbangan dibatalkan atau dijadwal ulang secara sepihak oleh maskapai.
Di tengah kondisi krisis tersebut, konsumen dituntut untuk bersabar, tetapi hingga tahun-tahun berikutnya, berbagai laporan menunjukkan masih banyak permintaan refund yang belum diselesaikan.
Dalam banyak kasus, konsumen bahkan tidak bisa menghubungi layanan pelanggan atau tidak mendapatkan kepastian mengenai pengembalian uang yang menjadi haknya.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat bahwa sejak 2020, keluhan terkait refund menjadi salah satu pengaduan tertinggi di sektor transportasi udara.
Keluhan mencakup berlarut-larutnya proses refund, pemotongan dana tanpa penjelasan, serta tidak adanya kanal komunikasi yang jelas dengan pihak maskapai.
Keluhan serupa juga muncul di berbagai media sosial, menandakan bahwa masalah ini telah meluas dan menyentuh banyak kalangan masyarakat.
Padahal, peraturan pemerintah sudah cukup tegas dalam mengatur hak konsumen dalam situasi pembatalan penerbangan.
Peraturan Menteri Perhubungan No. 185 Tahun 2015 menetapkan bahwa dalam kondisi pembatalan oleh maskapai, konsumen berhak atas pengembalian penuh dana tanpa potongan.
Selain itu, maskapai diwajibkan memproses refund dalam waktu yang wajar. Sayangnya, tidak ada definisi pasti tentang waktu yang wajar ini, sehingga celah tersebut sering dimanfaatkan untuk menunda proses refund tanpa batas yang jelas.
Salah satu penyebab lamanya proses refund adalah alur birokrasi internal maskapai yang tidak efisien dan tidak transparan.
Konsumen diminta mengisi formulir secara daring atau mengirim email ke alamat yang tidak pernah membalas.
Bahkan, dalam beberapa kasus, konsumen harus datang ke kantor penjualan maskapai secara langsung untuk mengurus refund, yang tentu sangat merepotkan.
Belum lagi adanya kebijakan bahwa refund hanya bisa dilakukan jika pembelian dilakukan langsung melalui situs resmi maskapai, bukan melalui agen perjalanan daring (online travel agent/OTA).
Padahal, sebagian besar konsumen saat ini membeli tiket melalui platform pihak ketiga.
Permasalahan ini menunjukkan bahwa sistem pengelolaan refund di Indonesia belum berpihak pada konsumen.
Tidak adanya kejelasan tenggat waktu, minimnya transparansi informasi, serta lemahnya pengawasan dari regulator membuat maskapai merasa tidak berkewajiban mempercepat proses.
Bahkan beberapa maskapai hanya menawarkan voucher pengganti tiket alih-alih refund tunai, tanpa memberi pilihan kepada konsumen. Ini bertentangan dengan prinsip keadilan dalam transaksi.
Di sisi lain, lembaga perlindungan konsumen seperti YLKI, BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), dan Kementerian Perhubungan seharusnya bisa menjadi jembatan untuk menyelesaikan masalah ini.
Namun hingga kini, peran mereka belum terasa optimal. Pengaduan yang masuk ke YLKI, misalnya, lebih banyak diselesaikan melalui mediasi informal yang tidak mengikat.
BPSK yang memiliki kewenangan semi-yudisial pun belum banyak dimanfaatkan oleh konsumen karena minimnya sosialisasi dan kerumitan prosedur.
Padahal, pengalaman negara lain bisa menjadi acuan untuk pembenahan.
Di Uni Eropa, misalnya, ada aturan tegas yang mewajibkan maskapai mengembalikan dana maksimal dalam 7 hari kerja jika penerbangan dibatalkan oleh pihak maskapai.
Di Amerika Serikat, Departemen Transportasi (DOT) juga mengharuskan refund penuh dalam kasus pembatalan atau perubahan jadwal signifikan.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini bisa dikenai denda yang besar dan dipublikasikan secara terbuka sebagai bentuk akuntabilitas publik.
Indonesia seharusnya bisa menerapkan pendekatan serupa dengan menetapkan tenggat waktu maksimal pemrosesan refund, misalnya 14 hari kerja.
Selain itu, Kementerian Perhubungan perlu membuka kanal pengaduan khusus yang bisa diakses konsumen dengan mudah dan dijamin ditindaklanjuti. Sistem digitalisasi proses refund juga perlu didorong agar tidak lagi bergantung pada prosedur manual yang lambat dan tidak efisien.
Lebih penting lagi, kesadaran konsumen tentang hak mereka atas refund perlu terus ditingkatkan.
Banyak penumpang yang tidak tahu bahwa mereka berhak atas pengembalian dana penuh jika pembatalan dilakukan oleh maskapai, dan bukannya menerima voucher atau pemotongan besar-besaran tanpa persetujuan.
Edukasi publik melalui media sosial, kampanye pemerintah, maupun informasi langsung pada saat pembelian tiket bisa menjadi strategi untuk memperkuat posisi tawar konsumen.
Sementara itu, maskapai juga harus menyadari bahwa membangun kepercayaan pelanggan adalah investasi jangka panjang.
Proses refund yang transparan dan cepat akan menciptakan loyalitas dan citra positif. Sebaliknya, jika konsumen terus merasa dipersulit dan tidak dihargai, maka kepercayaan publik terhadap industri penerbangan nasional akan semakin merosot.
Refund bukanlah hadiah, tetapi hak konsumen yang melekat pada transaksi. Menunda-nunda refund tanpa alasan yang sah adalah bentuk pelanggaran etika bisnis, jika bukan pelanggaran hukum.
Dalam dunia transportasi udara yang semakin kompetitif, menghormati hak konsumen bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga kunci keberlanjutan bisnis. (*)
Tanggung Jawab Platform dan Perlindungan Konsumen dalam Perdagangan Aset Kripto
25 Jul 2025, 14:06 WIB
Transparansi dan Risiko Perdagangan Kripto, Hak Konsumen yang Masih Rentan Diabaikan
25 Jul 2025, 13:53 WIB
Produsen Wajib Tanggung Jawab terhadap Kemasan Sekali Pakai yang Merusak Lingkungan
24 Jul 2025, 23:09 WIB
FMCG
24 Jul 2025, 23:04 WIB
FMCG
24 Jul 2025, 23:00 WIB
Energi
24 Jul 2025, 22:32 WIB
Energi
24 Jul 2025, 22:31 WIB
Properti
24 Jul 2025, 21:52 WIB
Properti
24 Jul 2025, 21:39 WIB
Fintech
24 Jul 2025, 19:38 WIB
Leasing
23 Jul 2025, 12:28 WIB
Leasing
23 Jul 2025, 12:26 WIB
Leasing
23 Jul 2025, 10:26 WIB
Leasing
21 Jul 2025, 20:03 WIB
Kesehatan
21 Jul 2025, 16:47 WIB
Kesehatan
21 Jul 2025, 12:28 WIB
Kesehatan
21 Jul 2025, 11:43 WIB
Kesehatan
21 Jul 2025, 10:48 WIB
Telekomunikasi
15 Jul 2025, 16:27 WIB
Liputan
20 Feb 2025, 16:59 WIB
Liputan
20 Feb 2025, 16:11 WIB
Liputan
25 Des 2024, 20:32 WIB
Perbankan
25 Des 2024, 12:51 WIB
Produsen Wajib Tanggung Jawab terhadap Kemasan Sekali Pakai yang Merusak Lingkungan
Dibaca 7.509 kali